Pencipta: Ria Dara
Percakapan berikut adalah suatu interaksi yang saya miliki pada akhir-akhir bulan Agustus. Saya tidak membagi percakapan ini langsung dalam bentuk aslinya. Ada alterasi-alterasi tertentu yang dibuat demi mempermudah pencernaan apa yang dikomunikasikan oleh semua pihak. Meskipun dengan begitu, keaslian dan/atau kebenaran dari percakapan ini masih saya pastikan. Semua perubahan yang dibuat adalah koreksi, atau perubahan demi melindungi privasi para pembicara.
Partisipan Percakapan:
RD: Ria Dara (Ini saya yang memposting artikel ini)
ZA: Seorang Muslim
ZA: Assalamualaikum.
RD: Walaikumsalam.
ZA: Kita lanjut diskusi disini saja ya. Kalau boleh tahu kamu laki-laki atau perempuan? Usia berapa?
RD: Memangnya kenapa?
ZA: Sebaiknya kita mengetahui dengan siapa kita berdiskusi agar lebih nyaman.
RD: Saya laki-laki. Berumur lebih dari 16*
ZA: -Emoji Jempol-
RD: Bagaimana dengan kamu?
ZA: Laki-laki lebih dari 30 tahun*
RD: Oke.
ZA: Agamamu di KK apa?
RD: Islam. Saya diajarkan Islam dari kecil juga.
ZA: Sejak kapan dan kenapa kamu meragukan Islam?
RD: Saya tidak pernah meragukan Islam sebagaimana saya juga tidak pernah terlalu percaya dengan Islam.
ZA: Tidak terlalu percaya itu = meragukan
RD: Meragukan bagi saya mengimplikasikan bahwa saya pernah cukup percaya dengan ajarannya.
ZA: Apa yang kamu tidak percayai dari Islam?
RD: Gagasan bahwa ada suatu keberadaan bernama Allah yang bersifat ghaib, bisa melakukan apa saja, mengetahui segala hal, dan berada di mana saja.
ZA: Itu gagasan dan pernyataan yang salah tentang Allah.
RD: Salah bagaimana? Tolong jelaskan.
ZA: Dalam Islam, ada 2 aliran kepercayaan tentang Sifat Allah
-Aqidah Assariyah yaitu orang-orang yang meyakini Allah berada di mana saja
-Aqidah Salaf/Ahlul Sunah yaitu orang-orang yang meyakini Allah ada di atas Singgasana-nya di atas langit
Kalau di Indonesia Assariyah dianut oleh NU sedangkan Aqidah Ahlu Sunah dianut oleh Muhammadiyah
RD: Maaf, saya harus lebih spesifik apa yang saya maksud dengan “sifat”. Istilah sifat disini saya gunakan terputus dari konotasi religi manapun yakni sifat berarti membawa atribut-atribut tertentu. Sehingga ketika saya bilang “sifat”, saya maksud Allah sebagaimana ia dijelaskan kepada saya, membawa atribut-atribut yang saya cantum.
Berarti saya mempunyai pemikiran yang dijelaskan oleh NU mengenai Allah.
ZA: Iya, anda diajarkan dengan Aqidah orang-orang NU. Dan itu gagasan dan pernyataan yang salah tentang Allah.
RD: Oke. Menurut saya, saya masih tidak bisa mencari tahu jika gagasan manapun tentang Tuhan benar atau tidak selama Tuhan bersifat ghaib / supernatural. Jadi, apa yang anda ingin bicarakan spesifiknya?
ZA: Tentu saja kita tidak bisa meyakini sesuatu tanpa ada buktinya. Tuhan itu tidak hanya ghaib, tetapi dia juga Nyata. Saya tidak bisa meyakinkan anda 100% karena saya juga masih belajar.
RD: Saya juga masih belajar. Kita seharusnya berada di posisi yang sama. Namun anda disini adalah yang percaya kepada keberadaan Tuhan, dan saya penasaran saja mengenai alasan utama anda. Dalam maksud, jika alasan utama ini entah melalui cara apa berhasil ditunjukan salah kepada anda, anda akan mengubah pikiran anda terhadap kepercayaan ini.
ZA: Saya sudah menemukan dan berbicara dengan Tuhan jadi tidak mungkin saya mengatakan bahwa Tuhan tidak ada.
RD: Itu cukup menarik. Bisa dijelaskan lebih lanjut mengenai itu? Saya penasaran pertamanya apa yang membuat anda percaya bahwa itu Tuhan dan saya juga ingin mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana saya bisa bertemu dengan Tuhan juga.
ZA: Seperti halnya anda, saya sudah berbicara dengan anda, maka saya tidak mungkin mengatakan anda tidak ada, walaupun saya tidak pernah bertemu dengan anda.
RD: Oke, kalo begitu menurut anda bagaimana saya bisa bertemu dengan Tuhan juga?
ZA: Jika anda ingin melihat Tuhan, anda lihat dulu video ini:
RD: Sebentar ya, saya sedikit lagi selesai menonton.
Dari apa yang saya tonton, Ustadz itu sepertinya menjelaskan mengapa kita tidak bisa melihat Allah. Menurut kamu, itu bagaimana menjelaskan cara untuk bertemu dengannya sebagaimana kamu bertemu dengan Allah?
ZA: Ustadz tersebut menjelaskan dimana Allah, dan kenapa kita tidak bisa melihat fisik Allah.
RD: Kalau mengenai cara kamu bertemu dengannya bagaimana?
ZA: Kamu tahu kan saya sudah menemukanmu walaupun saya belum melihat bentukmu. Saya menemukan Allah di video ini:
RD: Itu cukup menarik. Namun bagaimana kamu menyimpulkan bahwa itu adalah Allah?
ZA: Kamu lihat dulu videonya.
RD: Saya sambil melihat videonya.
Sudah selesai sekarang.
ZA:
RD: Apa itu menjawab pertanyaan saya?
ZA: Kamu dengarkan video yang kedua ini, hati tidak akan bisa dibohongi.
RD: Oke, akan saya tonton.
ZA:
ZA: Saya meyakini dengan hati saya bahwa suara itu dari Allah, karena setiap kali melihat video ini, saya ingin menangis.
RD: Maaf, saya mau untuk menonton video-video ini untuk menghargai anda.
Namun menurut saya lebih baik untuk anda jelaskan lebih dulu relevansi dari video-video yang anda kirim karena dari video-video yang saya lihat, anda belum menjawab pertanyaan saya.
ZA:
ZA: Saya meyakini dengan hati saya bahwa suara itu dari Allah, karena setiap kali melihat video ini, saya ingin menangis. Hati tidak bisa dibohongi.
RD: Menurut anda karena saking tersentuhnya anda oleh video-video tersebut, anda menyimpulkan bahwa Allah ada?
Apakah ini yang anda katakan?
ZA: Apakah anda sudah melihat semua video yang saya kirim?
RD: Maaf, saya katakan lagi. Saya mau untuk menonton video-video tersebut demi menghargai anda saja.
Tapi saya klarifikasi, video-video tersebut memakan waktu yang cukup banyak dan dari apa yang saya lihat di video-video sebelumnya, anda sepertinya belum menjawab pertanyaan-pertanyaan saya.
Ketika anda mengirim video-video tersebut, saya berharap bahwa mereka relevan kepada pertanyaan-pertanyaan saya. Namun dari yang saya lihat mengenai penjelasan Ustadz tadi, itu tidak terlalu jelas relevansinya dan anda terus menerus mengirim video-video lain.
Mohon mengerti bahwa orang-orang mempunyai tingkat kesabaran dan kehormatan yang terbatas.
ZA: Saya tidak memaksa anda untuk melihatnya, jika anda tidak mau no problem.
RD: Oke, terima kasih untuk klarifikasinya. Saya minta untuk anda menjelaskan langsung saja di masa depan daripada mengirim video-video itu karena mereka bisa mempunyai efek yang kontradiktori terhadap tujuan kita yaitu untuk membuat percakapan ini seproduktif dan seefisien mungkin.
ZA: Video itu adalah rekaman perkataan Allah. Siapa yang mendengarkannya tentu dia telah mendengarkan Allah.
Anda bertanya bagaimana saya bisa menemukan Allah, video itu adalah jawabannya. Mendengarkan Allah adalah bagaimana saya bisa menemukan Allah, video itu adalah jawabannya. Mendengarkan Allah berbicara adalah kenikmatan terbesar buat saya.
RD: Oke. Isu saya dengan alur pikir itu adalah anda sudah mengasumsi bahwa Allah sudah ada untuk mencapai kesimpulan bahwa Allah itu ada.
Ini kasusnya karena pertama, anda mengatakan bahwa video itu rekaman Allah. Itu mengimplikasikan bahwa sebelum anda menonton video-video tersebut, anda sudah mempunyai alasan-alasan lain mengapa anda percaya terhadapa keberadaan Allah.
Kedua, anda kemudian mengatakan bahwa cara anda menemukan Allah adalah dengan menonton video-video itu, yang sebelumnya sudah anda klarifikasi sebagai rekaman-rekaman Allah.
Alur pikir tersebut adalah alur pikir yang kurang reliabel karena itu bisa dipakai untuk membenarkan kepercayaan apapun. Jika saya gunakan alur pikir itu, saya bisa mencapai kesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Saya perlihatkan:
- Saya mempunyai buku yang menjelaskan Tuhan itu tidak ada.
- Saya mempercayai buku itu karena saya percaya Allah itu tidak ada.
- Saya percaya Allah tidak ada karena buku itu.
Dari poin-poin tersebut, anda seharusnya bisa melihat bahwa ketiga poin tersebut berdasar pada satu sama lain.
ZA: Saya juga bisa membuat buku yang mengatakan bahwa anda tidak ada, dan buku itu tidak bisa diuji kebenarannya.
RD: Anda belum mendemonstrasikan itu kasusnya.
Mengatakan hal itu benar tidak membuat hal itu benar.
ZA: Saya juga bisa membuat buku yang mengatakan anda tidak pernah ada di dunia.
RD: Anda mengerti poin saya atau tidak?
ZA: Baca buku itu yang teruji yang diakui banyak orang, bukun buku-buku asal-asalan.
RD: Buku tadi adalah sebuah contoh untuk mendemonstrasikan suatu poin. Saya tidak merujuk ke buku manapun. Mohon dibaca ulang poin saya.
ZA: Sekarang zaman fitnah, kita tidak bisa membedakan informasi yang salah dan benar. Kecuali informasi tersebut sudah diakui oleh sebagian besar orang di dunia, saya katakan anda sekarang mendapat informasi yang salah dan anda akan tersesat selama-lamanya jika tidak keluar dari pemahaman itu. Semakin dewasa seharusnya anda semakin mencari tahu tentang Tuhan, bukan semakin meninggalkannya!
Anda percaya atau tidak, itu tidak akan merubah keagungan Tuhan. Tetapi anda yang akan rugi karena hidup anda tidak akan berguna dan setelah mati anda akan menjadi bahan bakar api neraka.
RD: Ini melanggar prinsip saya lagi. Maaf ya. Saya punya waktu yang terbatas, dan dengannya, biaya peluang. Saya tidak bisa berurusan dengan orang-orang yang sendirinya tidak mau berurusan dengan adil dan jujur. Saya minta maaf, saya harus pergi sekarang.
Suatu peringatan yang saya perlu tekankan.
Tujuan saya berinteraksi, berdiskusi, dan/atau berdebat bersama orang-orang online adalah untuk mendapatkan pengertian yang lebih akurat dan koheren mengenai kepercayaan-kepercayaan yang mereka miliki. Ini entah kepercayaan-kepercayaan yang ada di bidang filosofi, agama, politik, dan bidang-bidang lain. Sehingga, semua respon dan pertanyaan yang saya ajukan ke interlokutor (teman bicara) saya seharusnya memiliki tujuan itu. Jika ada bagian dari percakapan yang saya sebarkan ternyata anda temukan tidak selaras dengan tujuan itu, maka saya mohon untuk tidak ragu-ragu berkomentar untuk menunjukan kesalahan saya ini.
Di saat yang sama, alasan mengapa saya menyebarkan percakapan berikut adalah tidak hanya untuk mencoba untuk memperluas wawasan kita semua mengenai keberadaan kepercayaan-kepercayaan interlokutor saya, namun juga untuk membantu diri kita masing-masing mencerna kepercayaan-kepercayaan kita dengan logis dan konsisten. Ini mengapa saya juga mengadakan komentar/analisa saya mengenai interaksi tersebut di postingan yang setelah ini. Agar kita bisa mengidentifikasi alasan-alasan yang mirip, jika bukan sama, yang kita pakai untuk membenarkan suatu hal dalam pikiran kita, dan agar kita bisa mencari tahu reliabilitas alasan-alasan tersebut sebagai basis dari kepercayaan kita.
Catatan:
*Hanya aproksimasi, umur asli tidak dipertunjukan